Serial
Ceskul – Kost Sweet Kost (Part-1)
Mungkin saya paling tepat disebut nomaden kost,
karena selama 5 tahun terhitung saya pernah 7 kali berpindah-pindah, bahkan
pernah juga kembali pindah ke kost lama akibat kost yang baru selalu listriknya
gak sanggup dayanya alias mati akibat ada tetangga cewek sebelah masak pake
rice cooker, nyetrika dll. Bosan dengan kehidupan seperti itu, saya kemasi
barang dan kembali lagi ke kost lama, ibarat kata ”burung saja kembali ke
sarang, walau terbang sejauh-jauhnya”.
Namanya saja kost, bagi mahasiswa itulah
istananya, seru-serunya anak kuliahan banyak dilewatkan di kost tercinta. Entah
kenapa sering juga salah satu kost jadi basecamp pertemuan para mahasiswa.
Kalau sudah begini, empunya kost kudu sabar-sabar, siapin minum, gelas, piring
bahkan siap dijajah persediaan snack-nya tanpa harap kembali. Maklum saja, ada
juga tamu yang nyadar diri, tapi ada juga tipe kolonial alias penjajah. Kalau
saya sebenarnya type kolonial.
Kost pertama saya berada di Perumahan Serumpun,
sekitar 4 KM dari lokasi Kampus. Tahun pertama gak terlalu seru di kost ini,
pernah 2 bulan air PDAM mati suri. Alih-alih saya pindah dan jadi penumpang
gelap di kost teman saya Yafeth dan Asaf (abang adik) di daerah Timbangan. Makanya
ketika kontrak kost selesai, saat yang tepat pindah.
Kost di Tahun kedua saya memilih lebih ke pinggir
lagi. Karena wilayah kost ini tidak terdapat di peta, maka kami menyebutnya
”Serumping” alias serumpun pinggiran. Letaknya persis di luar atau pinggiran
batas perumhan Serumpun. Jangan anggap sebelah mata dulu, karena pemilik kost
ini adalah Ibu Dosen Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNSRI (FKIP). Si Ibu masih lajang, namun sudah lumayan berumur-lah. Kost ini
seperti lokasi Villa. Arsitektur rumah Ibu Kost (Main House) benar-benar
Modern-Tradisional, diadaptasi rumah adat Palembang. Uniknya Tangga menuju
lantai 2 tidak berada di dalam rumah, tapi dari samping rumah. Si Ibu kost
sangat baik. Karena si Ibu masih lajang tak jarang kami anak-anak kost dianggap
anak sendiri. Saat itu belum trend Handphone, jadi kalau ada anggota keluarga
yang nelpon, pembantu si Ibu akan segera memanggil dari Lantai 2. apalagi kalau
hari Minggu, anak-anak kost pada ngantri nerima telepon dari keluarga. Sayang
sekali si Ibu kost yang baik hati tidak berumur panjang, si Ibu terkena
serangan jantung di Kampus. Rumah bak Villa dan beberapa kost disekitarnya jadi
tidak ada induk semangnya. Dengar-dengar warisan si Ibu jatuh kepada putri dari
saudarinya. Tinggal di kost ini nyaman banget, karena tetangga terdekat
berjarak 500 meter, uniknya lagi bisa jalan-jalan ke danau rawa yang berjarak
hanya 500 meter, tentunya melewati hamparan rumput semak. Rumah kost yang
dikelilingi hutan semak memang selalu penuh resiko, apalagi kost ini terletak
tidak begitu jauh dari TPU alias kuburan. Tak jarang malam-malam kedengaran
lolongan anjing dari tetangga terdekat yang adalah keluarga polisi suku batak
yang berasal dari Medan. Pernah sekali waktu teman saya Roberto nginap di kost
saya, tiba-tiba saat tengah malam terdengar lolongan anjing yang bikin bulu
kuduk berdiri, gak sampai disitu tiba-tiba ada aliran angin dingin yang entah
kenapa kok bisa masuk ke kost padahal kaca jendela tertutup,...ihhh serem.
Lain lagi cerita yang satu ini, kost yang ”Super
Duper” alami tapi penuh dengan resiko bertemu binatang-binatang melata. Pernah
sekali seorang teman berhasil membunuh anak ular dengan diameter seukuran jari
kelingking. Beberapa wanita pada menjerit ketakutan dan saling berpelukan. Gak
jauh beda dengan si Mbak pembantu ibu kost, sambil menjerit-jerit ngebilangin
sama ”si super hero” supaya jangan membunuh ular, nanti temannya datang. Saya
juga baru tahu kalau ular itu punya teman, apa mungkin ular yang satu menyapa
ular yang lain dengan sapaa’”Apa kabar Bro?”. Emang udah pernah dengar mitos
itu, tapi yang ini baru nyata, dari semak muncul dua lagi anak ular yang lain
dengan kecepatan menjalar yang lebih cepat. Seketika suasana senja di kost yang
damai berubah jadi lautan terikan ”selamatkan dirimu,,......lupakan harta yang
berharga selain nyawamu”. Beberapa orang lari terbirit-birit tak tentu arah.
Jangan tanya tentang saya, rasanya mau pingsan. Seumur-umur lihat ular cuma
waktu di kebun binatang, melihat pertunjukan ”Live” seperti itu rasanya sepertinya
kaki kegelian sendiri. Mau disebut penakut terserahlah. Memang tidak semua
orang dilahirkan untuk jadi superhero.
Ngomong-ngomong tentang superhero, mungkin teman saya
satu geng ini pantas menyandang gelar superhero. Teman saya Roberto Sitanggang,
anak Medan kelahiran Serdang ini benar-benar tahu cara menaklukkan alam
Serumping. Pernah sekali ada biawak besar yang nyasar ke pekarangan kost.
Ukurannya luar biasa, lebih dari setengah meter. Entah kenapa di saat senja
yang indah harus ada binatang purba yang singgah di kots yang hampir saja
dianggap sebagai Komodo atau dinosaurus oleh penghuni kost. Kalau ngadapin ular
memang semuanya pada ngacir, tapi kalau biawak sepertinya lebih berani. Sama
dengan teman kost yang bernama Theresia, cewek Fakultas Kedokteran ini
memberanikan diri untuk bergabung dengan ”Tim penangkap biawak” serumping. Kali
ini Tim-nya lebih solid, karena ada Stephy yang berbadan besar, saking besarnya
ukuran sepatunya harus nomor khusus. Ada juga Dinand, cowok jurusan Teknik
Mesin asal Bangka ini, badannya kurus dan lebih lincah. Kalau saya, Oland dan
yang lainnya hanya penggembira saja. Siapa juga yang mau jadi korban keganasan
produk evolusi seleksi alam binatang
purba yang satu itu. Ketua tim tentu saja Roberto sitanggang. Berbekal ilmu
menggembala ternak dan hidup ala Kampung sewaktu kecil. Kemampuannya
beradaptasi di alam jauh di atas rata-rata. Beruntunglah kami bukan hidup di
pulau terdampar seperti di cerita ”Lost”, bisa-bisa hanya dia yang bertahan
hidup di alam bebas.
Rencana penangkapan si Biawak berhasil. Si Biwak
berhasil tersudut di ujung lorong gang kost. Semua gembira, tapi hey,...semua
baru sadar siapa yang akan menangkapnya, dengan tangan kosong??? Si Robert pun mengatur staregi, dengan
berbaris secara berlapis, kami akan menangkap si biawak. Merasa terpojok, si
Biawak balik mencari jalan keluar dan berusaha menembus barikade manusia
pemburu. Anehnya begitu si Biawak mendekat ke barisan, semua pemburu langsung
lari terbirit-birit menyelamatkan diri, ada yang lari menjauh, ada juga yang
masuk ke kost dan mengunci pintu. Parah,.....strategi jitu gak berhasil, sampai
akhirnya hanya Robert yang berhasil menarik ekor Biawak yang berusaha
meloloskan diri. Dengan tangan kosong dia mengangkat ekor si biawak. Si Biawak
tidak berdaya, berusaha kabur dengan menggigit tapi usaha sia-sia. Karung goni pun disiapkan untuk menjadi
rumah sementara si Biawak. Penduduk
desa pun datang untuk meminta hasil buruan, kami memberi dengan iklas. Konon
katanya Biawak bisa dimakan. Amit-amitlah, ngebayangin makan biawak. Semua
bersorak untuk keberanian si Robert, Akhirnya kost pun aman tentram kembali,
sejak itu Robert sering menjadi ketua Tim kegiatan geng 99’ers, termasuk
kegiatan memancing, berperahu dan lintas alam..
Masih banyak kisah kehidupan kost yang seru,
nantikan kelanjutan kisahnya di serial Ceskul.