Selasa, 26 Februari 2013

Serial Ceskul - Kost Sweet Kost (Part-1)


Serial Ceskul – Kost Sweet Kost (Part-1)


Ada pepatah yang bilang ”Home Sweet Home”. Nah, kalau saya yang kuliah selama 5 tahun di Unsri – Indralaya lebih tepatnya disebut “Kost Sweet Kost”. Betul sekali,yang namanya anak kuliah dan merantau di negeri orang, nge-kost sudah jadi “nasib” yang menglobal. Namanya aja kost, sudah bisa dipastikan jarang ada yang keren, dan pastinya minim fasilitas. Makanya waktu saya pernah ngantar teman kesalah satu kost di kota Medan, harga per bulannya ada yang 1 juta rupiah, saya langsung terbelalak, mahal amat dibandingkan waktu saya kuliah dulu ada yang hanya 1 juta rupiah setahun. Ya tapi itu dulu,....jaman sebelum merdeka secara finasial.

Mungkin saya paling tepat disebut nomaden kost, karena selama 5 tahun terhitung saya pernah 7 kali berpindah-pindah, bahkan pernah juga kembali pindah ke kost lama akibat kost yang baru selalu listriknya gak sanggup dayanya alias mati akibat ada tetangga cewek sebelah masak pake rice cooker, nyetrika dll. Bosan dengan kehidupan seperti itu, saya kemasi barang dan kembali lagi ke kost lama, ibarat kata ”burung saja kembali ke sarang, walau terbang sejauh-jauhnya”.

Namanya saja kost, bagi mahasiswa itulah istananya, seru-serunya anak kuliahan banyak dilewatkan di kost tercinta. Entah kenapa sering juga salah satu kost jadi basecamp pertemuan para mahasiswa. Kalau sudah begini, empunya kost kudu sabar-sabar, siapin minum, gelas, piring bahkan siap dijajah persediaan snack-nya tanpa harap kembali. Maklum saja, ada juga tamu yang nyadar diri, tapi ada juga tipe kolonial alias penjajah. Kalau saya sebenarnya type kolonial.

Kost pertama saya berada di Perumahan Serumpun, sekitar 4 KM dari lokasi Kampus. Tahun pertama gak terlalu seru di kost ini, pernah 2 bulan air PDAM mati suri. Alih-alih saya pindah dan jadi penumpang gelap di kost teman saya Yafeth dan Asaf (abang adik) di daerah Timbangan. Makanya ketika kontrak kost selesai, saat yang tepat pindah.

Kost di Tahun kedua saya memilih lebih ke pinggir lagi. Karena wilayah kost ini tidak terdapat di peta, maka kami menyebutnya ”Serumping” alias serumpun pinggiran. Letaknya persis di luar atau pinggiran batas perumhan Serumpun. Jangan anggap sebelah mata dulu, karena pemilik kost ini adalah Ibu Dosen Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNSRI (FKIP). Si Ibu masih lajang, namun sudah lumayan berumur-lah. Kost ini seperti lokasi Villa. Arsitektur rumah Ibu Kost (Main House) benar-benar Modern-Tradisional, diadaptasi rumah adat Palembang. Uniknya Tangga menuju lantai 2 tidak berada di dalam rumah, tapi dari samping rumah. Si Ibu kost sangat baik. Karena si Ibu masih lajang tak jarang kami anak-anak kost dianggap anak sendiri. Saat itu belum trend Handphone, jadi kalau ada anggota keluarga yang nelpon, pembantu si Ibu akan segera memanggil dari Lantai 2. apalagi kalau hari Minggu, anak-anak kost pada ngantri nerima telepon dari keluarga. Sayang sekali si Ibu kost yang baik hati tidak berumur panjang, si Ibu terkena serangan jantung di Kampus. Rumah bak Villa dan beberapa kost disekitarnya jadi tidak ada induk semangnya. Dengar-dengar warisan si Ibu jatuh kepada putri dari saudarinya. Tinggal di kost ini nyaman banget, karena tetangga terdekat berjarak 500 meter, uniknya lagi bisa jalan-jalan ke danau rawa yang berjarak hanya 500 meter, tentunya melewati hamparan rumput semak. Rumah kost yang dikelilingi hutan semak memang selalu penuh resiko, apalagi kost ini terletak tidak begitu jauh dari TPU alias kuburan. Tak jarang malam-malam kedengaran lolongan anjing dari tetangga terdekat yang adalah keluarga polisi suku batak yang berasal dari Medan. Pernah sekali waktu teman saya Roberto nginap di kost saya, tiba-tiba saat tengah malam terdengar lolongan anjing yang bikin bulu kuduk berdiri, gak sampai disitu tiba-tiba ada aliran angin dingin yang entah kenapa kok bisa masuk ke kost padahal kaca jendela tertutup,...ihhh serem.

Lain lagi cerita yang satu ini, kost yang ”Super Duper” alami tapi penuh dengan resiko bertemu binatang-binatang melata. Pernah sekali seorang teman berhasil membunuh anak ular dengan diameter seukuran jari kelingking. Beberapa wanita pada menjerit ketakutan dan saling berpelukan. Gak jauh beda dengan si Mbak pembantu ibu kost, sambil menjerit-jerit ngebilangin sama ”si super hero” supaya jangan membunuh ular, nanti temannya datang. Saya juga baru tahu kalau ular itu punya teman, apa mungkin ular yang satu menyapa ular yang lain dengan sapaa’”Apa kabar Bro?”. Emang udah pernah dengar mitos itu, tapi yang ini baru nyata, dari semak muncul dua lagi anak ular yang lain dengan kecepatan menjalar yang lebih cepat. Seketika suasana senja di kost yang damai berubah jadi lautan terikan ”selamatkan dirimu,,......lupakan harta yang berharga selain nyawamu”. Beberapa orang lari terbirit-birit tak tentu arah. Jangan tanya tentang saya, rasanya mau pingsan. Seumur-umur lihat ular cuma waktu di kebun binatang, melihat pertunjukan ”Live” seperti itu rasanya sepertinya kaki kegelian sendiri. Mau disebut penakut terserahlah. Memang tidak semua orang dilahirkan untuk jadi superhero.

Ngomong-ngomong tentang superhero, mungkin teman saya satu geng ini pantas menyandang gelar superhero. Teman saya Roberto Sitanggang, anak Medan kelahiran Serdang ini benar-benar tahu cara menaklukkan alam Serumping. Pernah sekali ada biawak besar yang nyasar ke pekarangan kost. Ukurannya luar biasa, lebih dari setengah meter. Entah kenapa di saat senja yang indah harus ada binatang purba yang singgah di kots yang hampir saja dianggap sebagai Komodo atau dinosaurus oleh penghuni kost. Kalau ngadapin ular memang semuanya pada ngacir, tapi kalau biawak sepertinya lebih berani. Sama dengan teman kost yang bernama Theresia, cewek Fakultas Kedokteran ini memberanikan diri untuk bergabung dengan ”Tim penangkap biawak” serumping. Kali ini Tim-nya lebih solid, karena ada Stephy yang berbadan besar, saking besarnya ukuran sepatunya harus nomor khusus. Ada juga Dinand, cowok jurusan Teknik Mesin asal Bangka ini, badannya kurus dan lebih lincah. Kalau saya, Oland dan yang lainnya hanya penggembira saja. Siapa juga yang mau jadi korban keganasan produk evolusi  seleksi alam binatang purba yang satu itu. Ketua tim tentu saja Roberto sitanggang. Berbekal ilmu menggembala ternak dan hidup ala Kampung sewaktu kecil. Kemampuannya beradaptasi di alam jauh di atas rata-rata. Beruntunglah kami bukan hidup di pulau terdampar seperti di cerita ”Lost”, bisa-bisa hanya dia yang bertahan hidup di alam bebas.

Rencana penangkapan si Biawak berhasil. Si Biwak berhasil tersudut di ujung lorong gang kost. Semua gembira, tapi hey,...semua baru sadar siapa yang akan menangkapnya, dengan tangan kosong??? Si Robert pun mengatur staregi, dengan berbaris secara berlapis, kami akan menangkap si biawak. Merasa terpojok, si Biawak balik mencari jalan keluar dan berusaha menembus barikade manusia pemburu. Anehnya begitu si Biawak mendekat ke barisan, semua pemburu langsung lari terbirit-birit menyelamatkan diri, ada yang lari menjauh, ada juga yang masuk ke kost dan mengunci pintu. Parah,.....strategi jitu gak berhasil, sampai akhirnya hanya Robert yang berhasil menarik ekor Biawak yang berusaha meloloskan diri. Dengan tangan kosong dia mengangkat ekor si biawak. Si Biawak tidak berdaya, berusaha kabur dengan menggigit tapi usaha sia-sia. Karung goni pun disiapkan untuk menjadi rumah sementara si Biawak. Penduduk desa pun datang untuk meminta hasil buruan, kami memberi dengan iklas. Konon katanya Biawak bisa dimakan. Amit-amitlah, ngebayangin makan biawak. Semua bersorak untuk keberanian si Robert, Akhirnya kost pun aman tentram kembali, sejak itu Robert sering menjadi ketua Tim kegiatan geng 99’ers, termasuk kegiatan memancing, berperahu dan lintas alam..

Masih banyak kisah kehidupan kost yang seru, nantikan kelanjutan kisahnya di serial Ceskul.








Senin, 25 Februari 2013

Serial Ceskul : Gratis Sepuasnya


Serial Ceskul : Gratis Sepuasnya

Punya Geng waktu kuliah itu seru. Ada suka dukanya. Sukanya karena selain bisa ngilangin stress, ya bisa jadi tempat minjem duit waktu krisis moneter melanda anak kost. Dukanya yaitu jadi pelabuhan curhat dan tempat pinjaman teman-teman yang lagi fakir alias jamila (jatuh miskin lagi) di akhir bulan. Namanya juga sahabat, kalau lagi butuh wajib ditolong, apalagi kalau teman sudah memasang muka memelas,……gak tega gak ngasih minjam.

Untungnya kalau punya geng, perasaan lebih ceria, apalagi kuliah di rantau orang, kerinduan terhadap keluarga bisa diobati dengan adanya geng. Geng-ku sendiri sewaktu kuliah di UNSRI diberi nama 99’ers. Bukan mencaplok dari nama sebuah staiun radio di pulau jawa. Ini karena kami memang semuanya angkatan tahun 99.

Bolehlah punya geng, karena bersama kita lebih kuat. Misalnya saja lebih kuat atau lebih mampu bergotong royong mewujudkan sesuatu. Misalnya waktu pengen makan mie goring, semua anggota geng langsung ngumpulin duit, lalu dimasak sendiri (nah, jatah masak jatuh pada gadis-gadis anggota geng yang jumlahnya minoritas).

Sifat gotong royong atau sharing dana ini juga pernah membawa berkah bagi anggota geng. Cerita disuatu malam minggu, namanya aja jomblo sejati (walau sering disebut High Quality Jomblo), malam minggu ya paling pas gabung-gabung cari makanan. Biasanya sih minum bandrek dan makan tahu goreng di Simpang Timbangan Indralaya. Tapi malam minggu kali itu jadwalnya berbeda, Durian Party. Sekali-kali boleh donk anak kost berlagak kaya. Bermodalkan uang Rp. 10.000,- dua buah durian didapat. Meski tidak dihadiri semua anggota 99’ers, tapi bisa dipastikan durian party akan jadi ajang rebutan, maklum saja selain saya ada beberapa pesaing yang sudah mengasah kecepatan tangannya untuk segera berebut buah manis durian begitu durian dibuka. Sebut saja Robert, Nurani, David Alite dan Ityn, semuanya langsung berebut makan durian. Namanya saja anak kost kadang gak ada jaga Imej-nya. Berebut makan sambil ketawa-ketawa tanpa perduli ada pelanggan lain juga. Lega makan durian, saatnya bersendawa,…ha ha ha…pikirkan sendiri aromanya.

Ternyata kehebohan kami dengan “Khas Medan” mengundang minat seorang Bapak paruh baya.
“Suka makan durian ya dek?”, si bapak bertanya pelan.

Langsung saja semua pasang muka manis agak malu-malu karena baru sadar ada yang terganggu.

“lumayanlah pak, he he he,….emang kenapa pak?” seorang anggota geng menjawab.

“Saya senang lihat cara makannya, berebut dan sambil ketawa-ketawa”, sahut si bapak.

Langsung saja semua pasang muka agak memerah, ternyata dari tadi si bapak memperhatikan kerakusan anggota geng yang menarik perhatian si bapak tadi.
“Masih mau makan durian lagi?”Bapak tadi bertanya dengan logat Palembang. Sontak saja semua anggota geng menolak dengan jaim-nya. Apalagi si Alite, paling tahu untuk pura-pura jaga imej (meski kadang berlwanan dengan kata hatinya,..ha,..ha,..ha)
Sepertinya si Bapak tidak mau berhenti, dia menawarkan kami makan durian gratis, bukan hanya gratis tapi sepuasnya.

“Minta saja sama si ayuk (panggilan mbak dalam bahasa Palembang) yang jualan durian, nanti berapa pun yang kalian makan,biar ntar si Ayuk yang tagihkan ke saya. Makan saja sepuasnya,….rumah saya dekat koq, saya anggota Dewan yang rumahnya disana, saya senang kalian sangat ceria” Si Bapak menjelaskan sambil menunjuk arah rumahnya yang ternyata merupakan “Puri Cikeas-nya” di daerah Inderalaya.

Wuih,..sontak semua pasang mimik manis sambil malu-malu bilang trima kasih sama si Bapak tadi, terus tersenyum manis sampai si Bapak tadi pergi meninggalkan trotoar tempat durian party berlansung.
Well,…..ini namanya rejeki nomplok, antara percaya dengan tidak percaya, kami konfirmasi ke si mbak penjual durian, ternyata benar, boleh makan sepuasnya selama lambung masih bisa diisi.

Langsung saja tanpa ada jaimnya semua berebut makan durian pilihan masing-masing,…..ini namanya bukan durian runtuh, ini namanya durian gratis. Puas makan sekenyangnya, rasanya terlalu bodoh kalau “gratisan “ini hanya dinikamti sendiri, dengan penuh inisiatif maki mengajak teman-teman kuliah yang kebetulan lewat untuk makan durian. Awalnya banyak yang menolak, mungkin karena berpikir akan bayar, ada juga yang gak percaya bisa makan gratis, ya sudah, yang gak percaya rugi sendiri. Yang percaya juga banyak, semuanya makan sepuasnya,……bangganya bisa jadi “Pahlawan bahan pangan”.

Ternyata geng jomblo tak selalu menyedihkan saat malam minggu, buktinya malam minggu itu menjadi hangat karena perutpun mulai hangat dan penuh gas akibat makan kebanyakan, resikonya pagi-pagi terjadi perang gas,……. Selalu ada resiko dari sebuah kenikmatan,….aroma gas durian di kamar kost dengan dentuman “meriam” membuat pagi hari di kamar kost harus tercemar,….meski begitu tokh kami tetap tertawa lepas layaknya anak muda yang menikmati hidup.


Kamis, 21 Februari 2013

SERIAL CESKUL : WELCOME TO “THE JUNGLE’ INDRALAYA


WELCOME TO “THE JUNGLE’ INDRALAYA

17 Agustus 1999

            Bus Pelangi melaju perlahan. Ini saat yang haru, saatnya meninggalkan kota Medan menuju kota Palembang. Setelah peluk cium denga mama, kakak dan abang, akhirnya saya harus berangkat. Usia 18 tahun, saatnya melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. 1 kursi di fakultas Teknik kimia UNSRI telah tersedia, begitu juga 1 buah kursi telah tersedia di D-III Pariwisata USU, pilihan hati akhirnya jatuh ke kota Pem-pek Palembang. Banyak impian yang sudah terlukis akan indahnya kuliah, mandiri, dan punya banyak teman.

            Semangat jiwa muda pasti bisa ngalahin yang namanya ketakutan. Kecuali ketakutan akan mabuk darat. Naik Bus, perjalanan lebih dari 30 Jam??? Well, sempurna, gak bisa dibayangkan berapa kali akan mengalami namanya mabuk darat, perut mules, kepala pusing (agak malu juga, tapi mabuk darat sepertinya sudah sulit lepas dari jawdal perjalanan naik bus umum). Apalagi sudah membayangkan, akan banyak minyak sinyong-yong berbagai merek yang akan dipakai para penumpang. Jangankan Medan-palembang, jarak Medan – Parapat saja sudah bisa dipastikan akan mabuk (khusus kalau naik bus).Tapi gak apa, si Bapak ikut nemanin ngantar ke Palembang sapai dengan pendaftaran mahasiswa baru selesai..

            Perjalanan 30 jam tak seindah yang dikira, apalagi melewati jalur lintas timur. Kebanyakan melewati hutan, kawasan sawit dll. Minus pemandangan indah. Perjalanan 30 jam setidaknya sudah menyadarkanku, kalau 30 jam harus dikali 2, jadi 60 jam. Artinya setiap kali berangkat ke Palembang, artinya akan ada kesempatan pulang kampung ke Medan. Berarti waktu tempuhnya harus dikali 2.

            Urusan pulang kampung urusan belakanganlah……yang penting selamat sampai di Palembang. Rekor banget, karena jarak segitu jauh cuma sekali mabok. Tepuk tangan.

            Akhirnya bus merapat juga di Palembang, untuk sementara waktu saya menumpang di rumah Oppung yang masih Oom (tulang – panggilan orang Batak) dari pihak mamaku. Keluarga yang ramah dan baik hati. Tinggal di komplek Perumahan pegawai pertamina yang lebih sering disebut Komperta –Plaju. Perumahan yang indah dan asri. Tinggal sementara di rumah Oppung sangat nyaman, walau berbagi kamar dengan 2 orang anak oppung yang masih SMU.

            Besoknya saatnya pendaftaran ulang. Bersama teman dan bapakku, ditemani seorang mahasiswa senior di UNSRI yang masih tetangga Oppung, kami menuju kampus UNSRI Indralaya. Pemikiran pertama yang salah sudah tersibak. Kampus tidak berada di kota, tapi 32 KM dari kota Palembang. Jadi lupakan hura-hura dunia gemerlap anak kuliah (karena itu cuma ada di sinetron), karena saya harus siap hidup di kawasan yang berjarak 1 jam dari kota Palembang.

            Gak cuma disitu, angkutan yang kami pakai dari Palembang ke Indralaya udah layak masuk museum (mudah2an sekarang gak  ada lagi). Angkot jurusan Kayu Agung ini termasuk unik, dinding dalamnya terbuat dari bahan papan kayu, tapi kalau luarnya, plat besi. Soal keamanan nomor sekian, toh jarang terdengar kecelakaan. Soal kenyamanan? Ya sudah, jangan banyak tanya, ongkosnya aja Cuma “tenga duo” alias seribu lima ratus. Bapakku yang saat itu ikut nemani untuk pendataran ulang jadi deg-degan juga. Bukannya sombong, tapi asli baru sekali itu lihat angkutan yang sebgian terbuat dari kayu,. Sorry dad,…there in no seat belt, just keep praying. Apalagi jarak kampus Unsri Indralaya lumayan jauh.

            Sampai di kampus ada keanehan lainnya. Mengikuti pendaftaran ulang memang gak senikmat waktu pengumuman lulus “UMPTN”. Kali ini seabrek administrasi harus di urus. Ambil formulir disini, bawa ke lantai dua, trus berfoto diujung sana, tempel materai disana, periksa buta warna naik lagi kelantai 2 ..bla,..bla,..bla. Cuaca panas pastilah, meski Kampus asri yang ditumbuhi pohon-pohonan, namun dengan “olahraga setengah ringan” sambil ngurus administrasi, sudah pastilah haus dan lapar. Saatnya mencari makanan, setidaknya untuk mengganjal. Pilihan jatuh ke si abang penjual gorengan, beberapa gorengan (jujur bentuknya agak aneh dan yang gak pernah ngeliat di Medan). Anehnya, ditawarin air cuka yang warnanya coklat.  Dengan halus kutolak tawarannya. Saatnya menikmati gorengan lokal. Hmfffffff,…ini gorengan atau ketan atau???? Kenyal, lengket, dan,…upppssss aroma ikan. Sontak puyeng tujuh keliling, apalagi saya paling anti aroma ikan. Duerrrrr,…hamper aja pingsan di lapangan rumput yang mendadak jadi tumpukan manusia dan para pedagang karena adanya pendaftaran ulang mahasiswa baru. Aneh,..benar-benar makanan yang aneh. Tak berapa lama, akhirnya saya tahu, kalau itu namanya Pem-pek. Tentu aja bukan pem-pek ”high quality”. Karena ada harga ada barang ada rupa. Siapa sangka si gorengan “aneh” tadi akhirnya menjadi salah satu makanan favorit saya. Sampai-sampai setelah saya akhirnya menetap di kota Medan, saya kadang harus pergi ke Carrefour, atau restoran yang menyajikan/ menjual pem-pek yang enak tenan.

Well itu masih asik. Dunia sebenarnya mulai terlihat jelas setelah masuk kuliah. Tinggal sekost di perumahan Serumpun. Aneh juga namanya “serumpun’. Mungkin tata bahasaku memang gak keren-keren banget, karena kata “serumpun” langsung membuat saraf di otakku memikirkan Malaysia,….negara serumpun.

Jarak ke kampus gak jauh-jauh amat, sekitar 10 – 15 menit, ongkosnya juga super duper murah hanya Rp. 200,-. Setidaknya angkot nya bukan seperti “angkot Museum” jurusan kayu Agung. g keren, banyak yang full music juga.

Nah,..ini bukan masalah angkot,…ini masalah lokasi kampus, the real “jungle” lokasi menimba kampus. Fakta-faktanya adalah:

  1. Indralaya itu lokasi pengembangan kabupaten Ogan Ilir. Pusat “Kota” paling deket namanya Timbangan, hanya ada 1 mini market dan 1 pom bensin, da nada deretan penjual kerupuk dan buah, karena daerah lintasan sekaligus menjadi persimpangan jalur menuju Jakarta dan Bengkulu.. Jadi kalau Timbangan itu “New York-nya”, maka Serumpun adalah “Arkansas-nya”. Lupakan belanja kebutuhan bulanan di semacam Carrefour, hipermart or yang lainnya. Si Mini Market inilah yang menjadi penyelamat bahan baku anak kost, kalau mau keren-kerenan wajib ke Kota Palembang yang tentu saja punya pusat perbelanjaan yang keren.
  2. Jangan kira bisa akses internet seenaknya seperti sekarang. Cuma ada 2 rental computer, dan 1 rental internet. Bersiap-siaplah mengantri.
  3. Life is limited. Jangan kira transportasi selalu 24/7 seperti iklan salah satu restoran siap saji, katrena batas angkot dari Timbangan ke Serumpun (yang berjarak hanya 10 menit) hanya tersedia sampai jam 7 malam. Lewat dari itu, silahkan jalan kaki,…tentunya dengan keberanian melintasi kawasan ‘setengah hutan” plus berharaplah gak ada uka-uka yang membuntuti.
  4. Bersiap-siaplah menikmati danau Persada yang bundar dan menjadi “danau Tobanya” di Indralaya, jangan heran kalau akan dikejar babi hutan. Bahkan pernah juga ada babi jual tampang di daerah Fakultas Ilmu Keguruan (FKIP).Percaya atau tidak dari ratusan hektas kawasan Unsri, sebagian besar masih alami, bahkan pernah ada burung hantu yang ditangkap mahasiswa di dekat Fakultas Teknik.
  5. Gak ada namanya istilah ”Gaul”. Lagian mau gaul kemana juga, paling kalau mau gaul ya ke rumah makan setempat yang nyediakan televisi yang bisa gratis di tonton. Sudah bisa dipastikan kalau ada siaran pertandingan bola, semua tempat penuh sesak. Maklum aja, jarang mahasiswa yang punya televisi sendiri. Saya aja sekarang heran, kenapa orangtua pada tega gak ngasih fasilitas televisi ke anaknya,...termasuk ortu-ku juga. Beruntunglah seiring waktu, sepertinya mahasiswa pada makin tajir, sudah punya televisi atau komputer pribadi.
  6. Berhentilah bermimpi ala ”Titanic”, Palembang dan Indralaya minus lokasi wisata seperti Danau Toba, Pantai, atau pegunungan. Yang ada hanya Taman Hutan Raya ”Punti Kayu” yang terletak di pusat kota Palembang. Kalau sekarang sudah ada wisata bahari di pinggiran sungai Musi, tapi tahun 1999 belum trend. Sebenarnya ada beberapa lokasi wisata yang keren di Sumatera Selatan, seperti lokasi Kebun Teh, Pendakian Gunung, dll. Tapi agak jauh dari kota Palembang. Kalau mau menikmatinya pun, wajib pintar berhemat, namanya aja anak kost, semuanya serba terbatas dan disiplin.
  7. Minim Fasilitas Publik. Well,...ini pengalaman pribadi, entah apa alasannya dan penjelasannya, pernah beberapa kali kejadian, Air PAM tidak mengalir di beberapa titik lokasi. Padahal air PAM sudah menjadi kebutuhan hidup seribuan mahasiswa UNSRI yang berdomisili di Indralaya. Entah kenapa juga rumah kost kami sering menjadi korban. Masih Ingat waktu tinggal di Perumahan Serumpun, air tidak mengalir sama sekali. Akhirnya saya dan teman harus berjalan sekitar 700 meter menuju sebuah danau rawa untuk mencuci baju. Berangkatnya ringan, pulangnya berat minta ampun karena kain bersih masih basah, belum lagi harus melewati hamparan ilalang, keren juga sih dipikir-pikir, malah kadang lebih keren dari pejuang ”laskar pelangi”. Pernah lagi saya pindah ke kost teman di daerah yang ”kaya air” selam 1 bulan. Gak tahan dengan kehidupan ”keras” tanpa air, hidup nomaden pun di jalani.


Sebenarnya masih banyak, tapi kisah ini bukan untuk menjelekkan suatu daerah, tujuannya hanya untuk kembali melihat kisah perjuangan kuliah dulu. Toh pada akhirnya, Indralaya menjadi salah satu tempat yang paling memorable dalam hidup saya. Percaya atau tidak, 5 tahun takkan bisa dilalui, kalau saya tidak benar-benar jatuh cinta dengan ”jungle” yang satu ini. Saya sebut ”jungle” bukan dalam arti yang sesungguhnya, tapi tantangan-tantangan yang harus saya taklukkan dalam hidup. Karena meski minim fasilitas, tokh akhirnya saya berhasil meraih Sarjana Teknik. Puji Tuhan.


My Project “Serial Ceskul”


My Project “Serial Ceskul”

Sesuai dengan resolusi tahun ini, harus ada peningkatan dalam dunia tulis menulis, setelah hampir 2 bulan tahun 2013 dijalani, akhirnya ketemu juga proyek menulis yang bersifat continyu dan merupakan adaptasi atau pengembangan dari kisah nyata.

Proyek menulis ini saya sebut SERIAL CESKUL. Tulisan ini sendiri akan merupakan cerita bersambung. Kisah-kisah didalamnya sendiri akan bercerita tentang beragam cerita selam kuliah di Kota Palembang di Universitas Sriwijaya (UNSRI). CESKUL itu sendiri singkatan dari ‘CERITA SEMASA KULIAH”

Ide cerita ini proyek menulis ini sendiri muncul dengan “tidak terencana”. Idenya muncul ibarat kilatan cahaya yang muncul tiba-tiba. Timingnya aja waktu mandi setelah pulang kerja yang cukup melelahkan.

Rasanya sayang kalau kisah selama 5 tahun di Palembang dilewatkan begitu saja, apalagi banyak kisah baik suka dan duka sebagai anak kuliahan yang sepertinya hal umum, tapi ingin saya ramu menjadi lebih gurih. Beberapa cerita akan diangkat ke permukaan, misalnya saja kecewa waktu menyadari posisi lokasi Kanpus yang bukan berada di Pusat kota Palembang tapi justru 32 KM di luar kota Palembang alias Indralaya, ada juga cerita bahagianya ditraktir sepuasnya makan durian oleh anggota dewan, kisah asmara anak kuliahan, malas-malasnya anak kuliah dll, beragam cerita yang tentunya saya harap bisa menghibur setiap yang membaca.

Namanya aja proyek bagi pemula, hitung-hitung sekalian latihan menulis, siapa tahu ada penerbit yang kecantol, dan akhirnya bukuku muncul di GRAMEDIA, hi,…hi,..hi. Namanya aja mimpi,……gak perlu protes. Tokh, Agnes Monica pernah bilang “Dream, Believe and Make it happened”,…..Aku Bisa.






Rabu, 13 Februari 2013

HAPPY VALENTINE'S DAY


HAPPY VALENTINE

Baru saja Hari Raya Imlek berlalu. Nuansa Merah yang identik dengan Imlek sudah dibayang-bayangi dengan kehadiran si Pinky yang menebarkan nuansa merah jambu, It’s Valentine.

Ada aja yang berbahagia di hari Valentine yang ditenggarai sebagai Hari Kasih sayang. Meski tidak diakui sebagai hari peringatan nasional di setiap negara, toh kehadirannya sepertinya sudah ”diakui” secara global.

Walau tidak bisa dipastikan asal muasalnya, karena ada beberapa versi, tapi tetap aja banyak yang merayakannya. Misalnya aja, ada teman kantor yang teriak-teriak bahagia karena mendapat kiriman paket dari sang kekasih hati nun jauh disana (yang merasa senyum-senyum sendiri). Entah kapan dimulai, boneka, coklat dan permen serta bunga mawar sepertinya menjadi properti wajib Valentine’s day. Beberapa restoran terkemuka di Kota Medan juga gencar melakukan promosi celebrate valentine’s day dengan paket couple yang menurut saya cukup mahal. Kebayang makan berdua hampir 1 juta rupiah, meski ada DJ or dancer, menurut saya itu cukup mahal.

Well,....saya sendiri bukan ”penganut” Valentine’s Day. Ngerayainnya juga cuma sekali waktu kuliah di Palembang dulu, itupun dengan sesama jombloners kost. Gak ada nuansa Pinky or coklat, yang ada rame-rame bikin es cendol. Rasanya??? Gak usah ditanya, sepertinya semua makanan anak kost itu enak semua. Perayaannya pun karena ide beberapa jomblo wanita yang mimpi pangeran berkuda akan menghampiri mereka di hari kasih sayang itu. Nah lho???

Meski beberapa waktu terakhir ini muncul kontroversi di masyarakat tentang perayaan Valentine’s day. You Know-lah maksud saya, di Indonesia ini apa sih yang gak bakalan jadi kontroversi (pssstttt,......bahkan yang gak jelas asal usulnya aja bisa diperdebatkan). Saya pikir sih, sah-sah aja orang negrayainnya, selama feedbacknya bagus untuk si person. Meski saya sendiri juga tidak merayakannya.

Menilik dari namanya ”Kasih sayang” (bukan dari latar belakang asal-usulnya), saya pikir sudah sewajarnya setiap manusia di hari ini memikirkan tentang kasih yang ada dalam dirinya. Dalem banget,....wajar saja. Sifat Kasih dalam diri seseorang akan memncar dalam tindakan dan perilakunya. Ringkasnya begini, coba saja perhatikan seseorang, perbuatannya biasanya mencerminkan seberapa besar kasih yang dimilikinya. Kasih biasanya terbentuk dari dalam keluarga. Makanya seseorang yang selalu bahagia, kemungkinan besar keluarganya bahagia, biasanya juga pebuatannya akan mengarah ke postif.

Bukan sok pintar jadi psikolog. Tapi kasih yang didik sejak dini di keluarga akan membentuk karakter positif seseorang. Jangan heran kalau akhirnya saya menyimpulkan kalau di Negara Indonesia tercinta ini, penyebab Korupsi, Kejahatan dan kriminal lainnya berkembang karena MINIMNYA KASIH dalam diri seseorang. Logikanya, kalau seseorang tega korupsi bermilyar-milyar dan memperkaya diri sendiri, padahal banyak masyarakat yang miskin, bahkan harus berjuang untuk sesuap nasi,...apakah ada kasih di hati si Koruptor??? Jawab sendiri.

Kalau ada orang yang tega membunuh karena dendam, iri atau apalah namanya, apakah ada kasih di dalam hati seseorang???  Pikir sendiri jawabnya.

Mau lihat yang lebih nyata lagi??? Coba tonton berita hari ini di televisi swasta manapun, mana yang lebih banyak? Berita kriminalitas atau berita yang menyenangkan/ membanggakan.

Sepertinya memang negara kita (saya sebut negara kita, karena saya gak suka meneriaki negara orang lain, sementara negara saya sendiri amburadul) sudah kekurangan Kasih. Ibarat ilustrasi, seharusnya setiap orang diinfus dengan cairan yang disebut kasih, biar sehat, biar bisa berperilaku yang baik.

Merunut dari penjelsan tadi, saya pikir hari ini setiap kita perlu back to zero (kembali ke titik nol), seberap besar kasih yang kita miliki??? Mulailah berbagi kasih dengan yang terdekat dihati anda (BBM ttg kasih mungkin perlu, tapi agak aneh juga kalau seseorang diukur dia dicintai dengan jumlah BBM kembali dari 30 orang yang dibroadcast,...halahhhhh). ungkapkan kasih anda kepada keluarga, kekasih, anak, istri/suami,....atau buat anda “pengincar cinta” saatnya hari ini tepat untuk mengungkapkan CINTA,....siapa tahu diterima,...berbunga-bungalah hati.

Mau disebut Velentine’s day atau bukan atau hari kamis (menjelang akhir pekan”, saya gak terlalu permasalahkan. Tapi buatlah mari membuat setiap hari menjadi hari kasih sayang. Mau pake pink or gak??? Terserah saja, toh saya gak mungkin pake pink juga khan,....... bisa-bisa???? Ha,..ha,..ha.








Senin, 11 Februari 2013

MENULIS “SURGA KECILKU"


MENULIS – “Surga Kecilku”

Nyanyi? Gak bisa, be an Actor?? Gak mungkin, Olahragawan??? Usia udah lewat batas, dan gak mungkin juga, naik tangga bolak balik di rumah atau di kantor aja udah ngos-ngosan. Politikus??? Alamak,….nonton “drama politik ndonesia” di Televisi aja udah geram, bisa-bisa kalau ikut gabung, kena Darah tinggi.

Well,…so gimana ya???

Be A Writer,.... Pilihan paling tepat. Ini namanya ”Surga kecil”diantara rutinitas pekerjaan sehari-hari. Tak sengaja nemunya, karena kadang bukan kita yang menemukan cinta, tapi justru cinta yang mempertemukan kita. Gak sengaja muncul lagi keinginan menjadi penulis. Dulu pernah punya keinginan suatu saat punya buku yang dipublish di Gramedia. Itu dulu,....dulu sekali waktu masih kuliah. Sebenarnya kalau dipikir-pikir dah ada bakat (muji diri sendiri.com), belasan puisi tercipta yang terinspirasi dari teman-teman waktu kuliah di UNSRI Palembang. Sayangnya gak pernah dipublish. File-filenya aja masih aman di CPU komputer di rumah yang udah hampir 2 tahun gak pernah dihidupin (mudah-mudahan tuh CPU masih bisa ”on).

Back ke yang namanya menulis. Enaknya jadi penulis (meski bukan penulis komersil), gak dibatasi usia, kemampuan fisik, cakep atau gak cakep, atau apalah,….. nulis hanya dibatasi oleh sebuah ide dan keinginan kuat untuk menuangkannya di ke kertas or file. Hasilnya??? Slalu ada perasaan lega saat tulisan sudah di publish di Blogspot. Soal ada yang baca trus comment atau gak??? itu urusan belakangan.

Mungkin tepat kalau “agak terlambat” di usia 30-an mulai serius menekuni dunia tulis-menulis. Tapi soal tepat atau telat, itu cuma persepsi seseorang. Bahkan kalaupun telat, masih lebih baik daripada telat banget,..he,..he,....he.

Blogspot ”Kingdom of Story” menjadi satu bukti perjalanan mencari jati diri dalam menulis. Inget,...pencarian jati diri dalam menulis,...bukan pencarian jati diri.

Diawali dengan tulisan perjalanan saya di berbagai tempat di Indonesia seperti Bengkulu, Bandung, Bali, Lombok, Gili Trawangan, Berastagi, danau Toba dll, perjalanan menulis mulai berkembang ke arah hidup sosial seperti perjodohan, kisah cinta, persahabatan, bahkan juga tentang kondisi sosial seperti tentang dunia hiburan.

Bukan penulis namanya kalu gak baca buku orang lain. Sejak nulis, mulai baca-baca blogspot teman-teman, novel juga dilahap.

Hasilnya??? Life sometimes is confusing,...hidup terkadang membingungkan. Arah nulis sepertinya terhenti di persimpangan. Jika beberapa penulis mengambil langkah untuk mengarah ke salah satu jalan misalnya tulisan tentang musik, politik atau kekhususan lainnya, saya masih menikmati menjadi penulis “warung gerobak”, semua tulisan ada, campur-aduk di satu gerobak kecil yang namanya “Kingdom of Story”.

Bukan tanpa alasan, setidaknya blogpot ini akan menjadi bukti perjalanan jati diri dalam menulis. Sebuah goresan kejujuran hati.

Di February penuh cinta ini,...banyak harapan untuk makin berkembang dalam menulis. Raditya Dikha, Dewi ”dee” Lestari, Trinity ”The Naked Traveller” telah berani Jujur dalam menulis. Kejujuran mereka juga yang menggerakkan saya untuk mencoba jalur baru dalam menulis,........Penulis Cerpen,....itulah dia yang kutemukan.


Saatnya ”Packing”,.....ada cerita yang harus ditulis. Ada cerpen yang akan di publish. Jika Trinity adalah Backpacker untuk travelling,...maka saya adalah ”Backpacker” yang siap-siap berjalan menelusuri karakter seseorang, atau bahkan beberapa orang yang akan sadar atau tidak sadar karakter mereka akan segera muncul di blogspot ini.

Life is so beautifull because of,..L O V E. Welcome to My Kingdom.

Minggu, 10 Februari 2013

DUNIA HIBURAN??? MENGHIBUR ATAU ADA UNSUR PEMBODOHAN???


DUNIA HIBURAN??? MENGHIBUR ATAU ADA UNSUR PEMBODOHAN???


Dunia entertainment memang tidak bisa diprediksi. Namanya aja dunia hiburan, ya tujuannya menghibur orang. Kalau objek sasaran yang akan dihibur tepat, apalagi ”paket” hiburannya tepat, maka tentu saja si entertainer akan bisa diterima masyarakat dan akan langsung ”membubung tinggi”, feed backnya bagi si entertainer dapat banyak job dan pundi-pundi pun semakin padat.

            Semakin banyaknya media televisi dan radio tentu memberi kesempatan yang semakin besar bagi masyarakat untuk menjadi pelaku dunia entertaiment. Belum lagi dengan media sosial yang begitu mudah diakses, semakin cepatlah sebuah berita sampai di masyarakat. Sepertinya dunia televisi pun tidak mau lengah menghadapi persaingan di dunia entertaiment. Berbagai program pun digelar. Mulai dari lomba nyanyi seperti Indonesian Idol, Idola Cilik, X-Factor. Bukan Cuma itu saja, lomba memasak pun tidak ketinggalan. Dunia rohani??? Ada pemilihan Dai Cilik. Tak sampai disitu, ada juga pemilihan model, film dokumenter, lomba komedian  dan seabrek perlombaan lainnya.

            Tak jarang akhirnya kita bisa melihat kelucuan atau justru kebodohan di dalam suatu kompetisi. Misalnya saja lomba nyanyi, ada saja peserta yang terlalu pede dan tak sadar akan kemampuan, hasinya hanya mempermalukan diri sendiri. Pihak televisi pun sepertinya menggunkannya dengan ”cerdik”, tingkah-tingkah aneh seperti ini justru diumbar di televisi. Sejenak memang cukup menghibur, tapi kalau anda menyaksikan 2 laki-laki megikuti audisi menyanyi dan berlagak seperti Diva, apakah akan lucu terus-menerus??? Apakah kita sadar bahwa suatu saat perilaku seperti itu akan lebih diterima masyarakat, apalagi anak-anak dalam tahap perkembangan pun menyaksikan tayangan itu. Well, saya bukan bicara Sara, tapi lebih kepada fungsi dunia ”entertaiment” yang sebenarnya juga punya andil dalam pembentukan sikap sosial di masyarakat..

            Gak jauh beda dengan dunia kompetisi menyanyi, bijakkah kita jika kita lebih sering disuguhkan program musik yang menanyangkan beberapa penyanyi dengan kostum wah, unik dan trend, tapi menyanyi kok LIPSINC??? Bukankah kita ingin mendengar sang penyanyi bernyanyi live?. Apakah kita hanya ingin melihat tampilan kostum dan aksi panggung??? Menyanyi khan pakai suara bukan dengan Tampilan kostum yang ”super duper”. Anehnya lagi di waktu penghargaan musiK, si penyanyi yang menang award mendapat tepuk tangan yang meriah, tapi parahnya menyanyi di acara award pun tetap saja ada yang lipsinc. Saya pribadi lebih menghargai penyanyi yang gak terlalu tenar, tapi setiap penampilannya selalu Live, bukan rekaman. Beruntunglah kemarin malam Konser Trilogi band NOAH di salah satu televisi swasta menampilkan kualitas band yang tampil Live dengan prima. Soal suara Ariel yang gak terdengar 100% sama seperti rekaman, gak masalah bagi saya, namanya aja tampil live. Hati puas kalau sudah melihat idola tampil live.

            Dunia presenter juga gak jauh beda, ada aja presenter yang dianggap lucu tapi kadang komentarnya berlebihan dan kurang bagus. Celotehan di televisi harusnya dijaga agar jangan berlebihan. Mungkin karakter lucu itu untuk menegaskan karakter si presenter di layar kaca. Tapi sudah selayaknya hiburan yang disajikan adalah hiburan yang sehat, bukan hiburan yang ”murahan” seperti menarik rambut teman, mendorong, atau mengejek. Harusnya para presenter belajar dari beberapa pengalaman peringan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Jangan sampai acara bincang-bincang yang tampil Live, terdapat presenter yang ”kepleset” ngomongnya, bisa berabe khan. Apalagi yang nonton se-Indonesia.

            Well,..sadar atau tidak itulah gambaran dunia hiburan yang kita saksikan begitu remote televisi ”on”. Memang tulisan ini tidak merepresentasikan kondisi setiap aspek dunia hiburan. Walau begitu pun, eharusnya penonton pun semakin kritis, mengidolakan seseorang pun perlu lebih bijaksana. Toh dunia hiburan masih menyajikan entertainer yang masih dapat ditiru atau diidolakan, misalnya saja Agnes Monica, Afgan, Shandi Sandoro, Glen Freddly, mereka akan memilih tampil Live Performance. Tentu saja karena kualitas suara mereka tak perlu diragukan lagi. Atau tengok saja Choky Sihotang dan  Nadya Mulia, penampilan mereka selalu menarik perhatian.

            Mari bijak dalam menyikapi suguhan dunia hiburan, terutama bagi para orangtua. Karena anak-anak akan cenderung melihat dan meniru tayangan yang mereka saksikan. Karena apa yang mereka ketahui diwaktu muda akan berpengaruh pada masa depan mereka.

Mari memilih untuk Bijak. God Bless Indonesia.






            

CERITA BULAN MADU _ BERANI KARENA TAK TAHU,...DAN MENANG


CERITA BULAN MADU – BERANI KARENA TAK TAHU,......DAN MENANG!
Sebenarnya sebuah ide terkadang muncul di waktu dan tempat yang tidak tepat. Misalnya tulisan ini, muncul ditengah-tengah krisis ide menulis. Anehnya lagi sepulang kerja ke kost tercinta, perut kayaknya gak beres,….langsung aja menuju toilet yang sudah setahun ini menjadi bagian dari kost sweet kost-ku.. Tiba-tiba saja ide menulis muncul. Sudahlah, karena yang mau dibahas bukan yang jorok-jorok, tapi justru themanya yang manis-manis, Ini tentang bagian cerita selama bulan madu tahun 2011.

Ketidaktahuan akan sesuatu sering membuat kita akhirnya menghadapi masalah yang timbul karena ketidak tahuan itu sendiri. Misalnya saya dan istri, benar-benar tidak tahu kalau Maskapai “AA” (sebut saja demikian) tidak memberlakukan sistem transit di setiap penerbangannya. Berawal dari pemesanan tiket bulan madu melalui teman istriku yang memiliki usaha travel, ternyata ketidak telitian mengakibatkan akibat fatal. Tiket Medan menuju Lombok trasit Jakarta gak ada masalah, sama halnya Lombok – bali, semua lancar. Tapi,..oppsss,…masalah baru muncul waktu akan pulang dari Bali Ke Medan Transit Bandung. Teman istriku ternyata tidak memperhatikan jadwal penerbangan dengan teliti. Jasa penerbangan yang akan kami gunakan, ternyata tidak memberlakukan system transit, tapi system ganti pesawat. Ini berarti Bagasi harus di check in ulang di Bandung atau ganti penerbangan dengan pesawat yang berbeda (masih satu maskapai). Parahnya lagi jadwal tiba di bandung dengan jadwal ganti pesawat hanya berjarak 30 menit. Ini berarti kami tidak akan bisa menaiki pesawat tujuan Medan. Kecuali kami adalah pasangan batman dan cat woman yang bisa melompat dari pesawat yang belum landing ke pesawat yang akan Take off.

Darah tinggi naik? Sudah pastilah. Siapa juga mau rugi. Apalagi kami juga baru diinfokan jam 07.00 pagi sama si empunya travel mengenai kondisi itu, apalagi pihak travel hanya mengucapkan kata mujarab “maaf”.
Kalau sudah begini, keadilan harus ditegakkan. Ini sudah merusak kebahagiaan dan stabilitas ekonomi keluarga muda. Kebayang indahnya bulan madu selama 8 hari harus dirusak dengan pesanan tiket yang amburadol.

“Ayo Mi, kita harus tuntut hak kita, kita sudah bayar tiket tapi tidak bisa terbang, sekali kita bisa dibodoh-bodohi selamanya akan jadi korban kebodohan”, pidatoku berapi-api sambil mengunci kamar hotel yang tepat berada di depan kolam renang.

“Kita telpon maskapainya, dan minta diusahakan kita harus sampai di medan hari ini”ajakku sama istri yang merasa bersalah dengan pesanan tiket. Hari masih pagi jam 07.30 tetangga si bule Australia belum bangun, begitu juga gerombolan turis asing di kamar depan.Breakfast hotel pun gak sempat kami cicipi, Aku mengajak istri keluar hotel, menyusuri jalan di Kuta.

 Tak perduli matahari mulai menunjukkan sengatnya. Tanpa cuci muka dan ganti baju, istriku pun mengikutiku berjalan. Tentu saja istriku sudah menyiapkan “kuping gajah’ untuk menghadapi omelanku sepanjang jalan itu. Jalan tak tentu arah, aku akhirnya menghubungi no contact maskapai AA.
“Selamat Pagi, Maskapai AA dengan Tony ada yang bisa dibantu?” suara ramah customer service menyambut dari seberang.

“huh,.”gumamku sinis. Membayangkan standar layanan telepon seperti ini juga berlaku di tempatku bekerja, intinya keramahan dan kepuasan pelanggan.
Tanpa babibu, semuanya saya ceritakan bahwa saya sudah melakukan pemesanan tiket. Dengan nada tinggi si Tony mengatakan bahwa pemesanan tiket tersebut telah tepat, tetapi tidak berlaku transit, dan kekeliruan menjadi tanggung jawab pembeli atau travel agent.
Mendengar penjelasannya, rasanya seperti bensin tersulut korek api. Dengan nada tinggi sambil berjalan  dan menenteng HP saya memaksa Tony menghubungkan saya dengan atasannya.
“Sambungkan saya dengan atasanmu, kalian tidak becus mengurus permintaan tiket, saya tidak mau dirugikan”.
Dengan sedikit nada "angkuh" saatnya bertindak yang tepat pikirku. Gak perlu berurusan dengan bawahan kalau kita bisa dikasih jalan mulus oleh atasan. Bukan kebetulan bisa berani gitu, karena saya pernah mengalami kejadian serupa di tempat kerja. Ada saja nasabah yang berusaha potong kompas, langsung jalur tol. Ada yang berhasil ada juga yang tidak.

Setelah disambungkan dengan “The Boss” yang sebut saja namanya Arman. Kembali lagi saatnya “babibu” menceritakan kejadian awal.
Well,…cuaca mulai panas, sambil berjalan tanpa arah, saya langsung saja masuk ke salah satu restoran siap saji KFC yang berada di Kuta. Istri mengikuti sambil terdiam. Dia kenal betul suaminya kalau sudah ETT (Emosi Tingkat tinggi) maka saatnya didinginkan dengan angia “diam dan mendengarkan dan tentu saja,…..jangan diprotes”.

Kutarik salah satu Kursi, langsung duduk, sambil mendengarkan penjelasan si Arman, aku melirik ke tumpukan karyawan restoran yang sedang briefing pagi denganberdiri melingkar di dekat Kasir. Namanya juga emosi sambil sedikit membentak si Arman,”Saya tidak mau tahu,….pokoknya tiket saya harus diganti, saya tidak mau rugi,….saya tuntut kamu nanti,…soal pesanan itu saya tidak tahu aturannya, saya bilang transit, bukan check in ulang dang ganti pesawat, lagian saya gak tahu,.....namanya orang gak tahu masak jadi dirugikan gitu”.

Nada tinggi plus emosi membuat kumpulan pegawai restoran otomatis melihat kearah saya dan istri, tapi sepertinya mereka mencoba mengerti.

Hampir 15 menit berdebat dan duduk di KFC, akhirnya kami mendapatkan solusi. Keberanian saya empertahankan pendapat membuat saya menang. Tiket Bandung – Medan digeser ke hari berikutnya (Minggu pagi) di penerbangan pertama jam 06.00 pagi hari.

Well,…bukan solusi yang benar-benar memuaskan, tapi setidaknya solusinya lebih OK daripada tidak sama sekali.

Istriku mulai tersenyum,….dia tahu bahwa sudah ada solusi baik.

“gak papalah pi, lagian kita bisa menginap semalam di bandung, di rumah santi” istriku mulai menghibur.
“Lagian Mami belum pernah ke bandung, sekalian kita jalan malamnya sama santi dan suaminya”bujukan istriku tentu berhasil.

“iya juga ya”, pikirku. Lagian gak ada ruginya nginap semalam di bandung.
Matahari semakin cerah di kuta, begitu juga hatiku mulai cerah.
“yuk keluar”,bujukku sama istri.

“hah,..keluar???”istriku keheranan,”Bukannya kita mau makan disini?
“Ya enggaklah”,…..kita cuma numpang duduk, dah dapat solusinya lagi” sahutku.
“tapi gak enak udah dari tadi papi dilihatin sama pegawainya”, istriku sedikit ragu-ragu
“Restoran ini belum buka Mi, mreka aja masih briefing dari tadi”, aku ak mau kalah,
” apanya yang kita makan?”
“Tapi khan malu juga, dah teriak-teriak malah gak makan disini”istriku sedikit berdebat.
“gak usah malu-malu, kalau kebanyakan malunya kita gak bisa maju” sahutku sambil menarik gagang pintu yang bertuliskan “DORONG”. Tentu saja istriku setengah berlari mengejarku. Mungkin juga dia takut tinggal di restoran itu, trus disuruh nyuci piring,.ha,…ha,..ha.

WELL,...MASIH ADA 3 JAM WAKTU SEBELUM KE BANDARA UDARA NGURAH RAI,........

,.......Masih sempat ngebuat TATTO di Pantai Kuta.................

Kisah keberanian masih lanjut saat di bandara. Jam 11.00 siang hari, time to check in. Bandara penuh sesak.Bagasi Kelebihan Berat,...... Gubrakkkk. Itulah akibat banyak oleh-oleh. Petugas Check In menyatakan kalau bagasi harus di Charge. Well,....pikirku ini namanya dirugikan dua kali,.....langsung saja saya protes, mengenai tiket yang tadi. Ternyata bukan hanya saya saja yang protes, antrian sebelah juga protes mengenai layanan tiket waktu liburan ke Bali. Saking padatnya calon penumpang, si petugas Check in langsung meloloskan bagasi kami, sepertinya dia bisa membaca Aroma “Orang Medan” yang akan memprovokasi penumpang lain,...ha,..ha,..ha,...

si petugas hanya bilang” maaf pak kalau ada ketidaknyamanan akibat kekeliruan pemesanan tiket, bagasi bapak tidak perlu di charge”.

Baguslah pikirku,...... dikasih gratisan,..siapa yang gak senang. Well,...kencangkan sabuk pengaman, tegakkan sandaran tempat duduk, saatnya lepas landas. Bandung we're coming.














Rabu, 16 Januari 2013

PLUS MINUS WAJAH PARAWISATA INDONESIA


PLUS MINUS WAJAH PARAWISATA INDONESIA


Indonesia itu cantik dan tentu saja menarik. Seperti halnya dunia fashion, Indonesia ibaratnya kecantikan yang unik. Unik karena berbeda dari negara lainnya. “Surga tropis” yang menawarkan jutaan warna alami. Maka tak heran, Indonesia menjadi salah satu pilihan destinasi para turis luar negeri untuk menikmati liburan.

Cantiknya Danau Toba
Tapi ngomong-ngomong nih,...kalau diibaratkan sebuah wajah, apa ya kira-kira pendapat para turis dalam maupun luar negeri tentang Indonesia??? Beragam pastinya, sama seperti beragamnya tempat-tempat wisata di Indonesia. Secara umum, Indonesia pastinya masuk kategori negara dengan pilihan tempat tak terbatas. Wajar saja saya menyebutnya demikian. Negara kepulauan ini punya “Raja Ampat” yang justru lebih kesohor di luar negeri daripada di dalam negeri. Saya sendiri baru  4 tahun terakhir “aware” alias nyadar tentang kesohoran tempat wisata di Papua ini dari Koran maupun internet. Atau sebut saja “Pulau Gili Trawangan”, kebanyakan teman-teman kerja saya justru gak tahu tempat ini. Saya cukup beruntung bisa pernah bulan Madu dengan istri di tempat eksotis ini. Kebayang aja, pulau kecil di daerah NTB (Lombok) ini justru disinggahi lebih banyak Bule-nya. Kalau Bali, Danau Toba, yogyakarta mungkin semua rakyat Indonesia sudah tahu, tapi kalau Tomohon, Kepulauan Seribu, Pantai Panjang Bengkulu, Pantai di Sabang – Banda Aceh atau juga gugusan pantai di sepanjang Nusa tenggara Timur, apa sudah banyak yang tahu????  Hmm,..... sepertinya kebanyakan masyarakat Indonesia lebih kenal sama patung singa di Singapura atau Phuket Thailand. Parahnya lagi, hampir semua orang SUMUT tahu tentang Pineng Malaysia,......ya kalau gak jadi TKI ya berobat atau cek kesehatan. Wadohhhhh,...kalau sudah begini dimana bangganya jadi masyarakat Indonesia. 

Ngomong-ngomong tentang wajah,..... ada perlunya wajah juga dirawat, diberi sapuan make up, supaya kecantikannya makin bersinar. Gak jauh beda, wisata alam Indonesia juga perlu ”dirias” sedemikian rupa supaya Indonesia tampil lebih cantik dan menarik. Nah kecantikan alam Indonesia memang punya nilai plus dibandingkan negara lain, sebut saja singapura, negara maju ini tidak ”diberkahi” dengan alam yang seluas Indonesia. Kerennya, Negara Indonesia memiliki beberapa gunung berapi aktif, lembah, danau, bahkan Pantai yang begitu indah.

Pesona Lombok & Bali

Tapi tak jarang riasan yang ada justru terkesan salah dan meninggalkan kesan buruk bagi industri wisata Indonesia. Dari beberapa pengalaman saya sebagai wisatawan domestik, tak jarang saya justru kecewa melihat sistem sarana dan prasarana pariwisata di Indonesia. Mungkin, ini juga penyebabnya orang Indonesia justru memilih wisata ke luar negeri.

Kalau tadi sudah bicara tentang plus-nya Indonesia, sekarang minusnya. Meskipun ini hanya pendapat pribadi, tapi saya melihat seharusnnya kemajuan industri wisata harus menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah misalnya, perlu terus berinovasi dalam mengembangkan pariwisata nasional, bukan hanya iklan Visit Indonesia, tapi yang paling perlu yaitu pembinaan dalam negeri. Masih teringat dengan salah satu komentar turis luar disalah satu edisi Majalah ’Inside Sumatera” yang saya baca ketika menginap di salah satu hotel di kota Medan. Kurang lebih dia memuji kecantikan danau Toba dan Pulau Nias, tapi sangat tidak nyaman dengan jalanan yang rusak sehingga memperlambat perjalanan. Hal itu juga pernah saya rasakan, jalanan yang rusak membuat liburan saya dan keluarga menjadi liburan yang melelahkan, perjalanan Berastagi menuju kota Medan yang biasanya bisa ditempuh selama 2 jam, harus dibayar dengan ”kesabaran ekstra” waktu tempuh menjadi 8 Jam.

Kita mungkin harus berterima kasih kepada majalah Inside Sumatera yang berani memuat komentar positif dan negatif dari turis luar. Beberapa perjalanan wisata saya di dalam negeri kurang lebih sama, jalanan rusak ibarat noda yang mengurangi indahnya sebuah lukisan. Seharusnya pemerintah lebih konsen kepada perbaikan jalur transportasi darat di Indonesia. Delay pesawat juga kurang lebih sama efeknya, kebayang dengan bule yang pengen berlibur dengan jadwal mereka yang ketat, tetapi harus disuguhi dengan jadwal penerbangan domestik yang sering tertunda. Nah kalau yang begini harusnya pemerintah lebih meningkatkan pelayanan publik. Bicara soal penerbangan, maka tidak bisa dipisahkan dengan bandara udara. Kualitas, fasilitas serta kebersihannya wajib diperhatikan. jangan sampai seperti pengalaman saya ketika menjemput keluarga di terminal kedatangan bandara udara Polonia Medan. Hmmm,....space untuk menunggu harus diusik dengan aroma tak sedap dari area toilet,....yang parahnya lagi (kali ini saya harus berani katakan),....saya risih dengan kondisi toiletnya (mudah-mudahan saat ini kondisinya sudah lebih baik). Beruntunglah hal seperti itu tidak saya temukan di bandara udara Selaparang Lombok, Ngurah rai bali, maupun di bandara udara di kota Padang.

Masyarakat juga harus lebih terdidik dan berbudaya dalam menghadapi/ melayani turis dalam maupun luar negeri. Pengalaman tidak menyenangkan pernah saya alami di Tuk-tuk sumatera utara, niat untuk berkeliling pulau Samosir dengan menggunakan jasa  mobil rental yang disediakan oleh usaha penduduk akhirnya batal. Salah paham yang membuat si pengelola jasa rental membatalkan secara sepihak, parahnya lagi, setelah dibatalkan uang panjar sewa pun tidak dikembalikan, kami berpikir bahwa ini bentuk ”halus” dari penipuan. Beruntunglah masi banyak keramahan lain yang kami terima dari penduduk lain disekitar daerah Tuk-tuk dan Danau Toba. Tapi setelah kejadian itu, saya akan berpikir seribu kali untuk merental mobil didaerah itu. Kisah yang tidak jauh berda juga pernah saya rasakan dan teman-teman kerja pada tahun 2005 di Kota Padang, bus yang mengantarkan kami dari kota padang ke Pantai Carolina tidak memenuhi janjinya menjemput kembali alias ”Si bus” tidak pernah hadir menjemput. Parahnya lagi kalau musim liburan, beberapa tempat wisata justru menaikkan harga-harga dengan cara yang tidak wajar. Misalnya saja, saya harus membayar parkir sebesar Rp. 10.000,- ketika berlibur ke kebun Binatang di pematang Siantar saat awal bulan januari 2013 lalu. Ini tentunya lebih mahal dari tarif parkir saya di Mall di kota Medan. Gimana mau maju industri wisata kalau begini. Bukankah inti bisnis wisata itu adalah berhasil mendatangkan kembali si turis dikemudian hari???

Beruntunglah masih banyak keramahan dan kejujuran yang saya dapatkan selama berlibur di beberapa tempat. Misalnya di Bali, pihak jasa rental mobil sangat profesional. Bukan hanya itu ketika berlibur di lombok, saya mendapati keramahan penduduk yang wajib dicontoh masyarakat pelaku industri wisata lainnya. Ketika saya dan istri menuju hotel penginapan setelah selesai menikmati keindahan Pure Bolong, kami akhirnya menaiki kendaraan angkot yang cukup sederhana, penumpangnnya ramah dan memberikan senyum, ketika akan membayar ongkos, si supir malah menawarkan jasa untuk berkeliling ke beberapa tempat wisata di lombok. Istilahnya kalau di perbankan, si bapak sedang ”cross selling” menawarkan jasa. Wah,..ramah banget pikirku, walaupun akhirnya tawarannya kami tolak dengan halus. Bukan hanya itu pegawai di ’The Santosa hotel” tempat kami meninap sangat ramah. Bahkan salah satu manager-nya bersedia menawarkan bantuan mengelilingi hotel dan bercerita tentang Lombok. Wow,.......tak heran kalau banyak bule di Lombok. Apalagi daerahnya relatif aman bagi pelancong, seperti saya misalnya, pulang ke hotel sudah jam 1 malam, sambil berjalan kaki bersama istri, rasa aman itu salah satu resepnya.


Sadar wisata haruslah menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama. Tugas utamanya adalah bagaimana memuaskan para turis, dan mendatangkan mereka kembali. Meskipun industri parawisata kita semakin baik di beberapa daerah (setidaknya menurut pemikiran saya) tapi masih banyak spot-spot wisata yang masih harus dikembangkan. Para pelaku industri wisata harus lebih dididik tentang budaya ramah, jujur dalam berbisnis dan melayani pelanggan. Kelak, bukan tidak mungkin bukan hanya Bali, Lombok, Raja Ampat yang akan terkenal di manca negara, tapi banyak tempat wisata lainnya.

Mari percantik Indonesia.

 Catatan: Merupakan perjalanan wisata penulis, tidak serta merta menyimpulkan secara umum mengenai kondisi budaya, perilaku suatu masyarakat tertentu.



Jumat, 11 Januari 2013

HAPPY NEW YEAR 2013 TRAVELLING TO SIANTAR CITY


HAPPY NEW YEAR 2013
TRAVELLING TO SIANTAR CITY


            Riuh gempita perayaan Tahun baru telah usai. Saatnya silaturahmi ke keluarga mertua di Pematang Siantar. Selalu ada kisah untuk dikenang, itu yang membuat setiap tahun menjadi berwarna

Suasana Siantar Yang Tenang
            Tanggal 02 Januari 2013, menjadi waktu yang tepat mengunjungi mertua. Rencana awal berangkat jam 10.00 WIB pagi hari, tapi yang namanya saya dan istri bukan type praktis, akibatnya jadwal keberangkatan mundur 2 jam kemudian.

            Meski sudah prepare perlengkapan yang akan dibawa sejak beberapa hari sebelumnya, tetap saja ada barang-barang yang hampir kelupaan untuk dibawa. Perlengkapan bayi, baby stroller, pakaian, oleh-oleh semuanya disusun didalam mobil.

            Sudah bisa diprediksi, suasanya hangat tahun baru berdampak pada padatnya jalur lintas sumatera. Banyak orang mudik, jalanan pun lebih padat dari biasanya. Perjalanan Medan – Pematang Siantar biasanya bisa ditempuh dalam waktu 3 jam, tapi kali ini waktu tempuh 5 jam,..... weleh-weleh.           






 Kalau bicara tentang jalan-jalan, saya dan istri pasti ”berburu kuliner’, Siantar terkenal dengan Mie pangsit keritingnya. Ada beberapa tempat. So,...liburan selama 4 hari di Siantar tentu saatnya mencoba Mie yang terkenal enak ini.sarapan pagi bersama keluarga besar pun jadi waktu yang tepat untuk menikmati sajian berselera ini yang terletak di pusat kota. Apalagi cuaca Siantar yang relatif lebih sejuk, membuat selera makan meningkat.
Pentas "Dadakan"
            Salah satu tradisi di keluarga mertua saya yang sudah membudaya beberapa tahun belakangan ini yaitu Karaoke di alam terbuka. Maklum saja, abang ipar saya sepertinya punya bakat alami untuk bernyanyi. Alhasil saya yang penyanyi ”kamar mandi” tak ingin ketinggalan menguji vokal yang hanya beberapa tingkat dibawah Afgan,...ha ha ha,... maslah suara fals atau tidak urusan belakang, toh istri dan putri saya semangat untuk mendukung (lagian kalau bukan mereka yang apresiasi siapa lagi,...he he he).
Penyanyi Rock "dadakan"
Karin semangat menyaksikan Rusa
         








  
            




















Sore hari sayang kalau dilewatkan kalau tidak jalan-jalan, saatnya mengenalkan Karin putri saya dengan alam dan binatang, time to siantar Zoo. Jalan-jalan ke Kebun Binatang sangat menarik minat Karin. Saya sendiri sudah lama gak pernah ke kebun biatang.

            Well,......Holiday is Over,.....4 hari di Siantar sungguh asik,........ Selamat tahun Baru.