WELCOME TO “THE JUNGLE’ INDRALAYA
17 Agustus 1999
Bus Pelangi melaju perlahan. Ini saat yang
haru, saatnya meninggalkan kota Medan menuju kota Palembang. Setelah peluk cium
denga mama, kakak dan abang, akhirnya saya harus berangkat. Usia 18 tahun,
saatnya melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. 1 kursi di fakultas
Teknik kimia UNSRI telah tersedia, begitu juga 1 buah kursi telah tersedia di
D-III Pariwisata USU, pilihan hati akhirnya jatuh ke kota Pem-pek Palembang. Banyak
impian yang sudah terlukis akan indahnya kuliah, mandiri, dan punya banyak
teman.
Semangat jiwa muda pasti
bisa ngalahin yang namanya ketakutan. Kecuali ketakutan akan mabuk darat. Naik
Bus, perjalanan lebih dari 30 Jam??? Well, sempurna, gak bisa dibayangkan
berapa kali akan mengalami namanya mabuk darat, perut mules, kepala pusing
(agak malu juga, tapi mabuk darat sepertinya sudah sulit lepas dari jawdal
perjalanan naik bus umum). Apalagi sudah membayangkan, akan banyak minyak
sinyong-yong berbagai merek yang akan dipakai para penumpang. Jangankan
Medan-palembang, jarak Medan – Parapat saja sudah bisa dipastikan akan mabuk
(khusus kalau naik bus).Tapi gak apa, si Bapak ikut nemanin ngantar ke
Palembang sapai dengan pendaftaran mahasiswa baru selesai..
Perjalanan 30 jam tak seindah
yang dikira, apalagi melewati jalur lintas timur. Kebanyakan melewati hutan,
kawasan sawit dll. Minus pemandangan indah. Perjalanan 30 jam setidaknya sudah
menyadarkanku, kalau 30 jam harus dikali 2, jadi 60 jam. Artinya setiap kali
berangkat ke Palembang, artinya akan ada kesempatan pulang kampung ke Medan.
Berarti waktu tempuhnya harus dikali 2.
Urusan pulang kampung
urusan belakanganlah……yang penting selamat sampai di Palembang. Rekor banget,
karena jarak segitu jauh cuma sekali mabok. Tepuk tangan.
Akhirnya bus merapat juga
di Palembang, untuk sementara waktu saya menumpang di rumah Oppung yang masih
Oom (tulang – panggilan orang Batak) dari pihak mamaku. Keluarga yang ramah dan
baik hati. Tinggal di komplek Perumahan pegawai pertamina yang lebih sering
disebut Komperta –Plaju. Perumahan yang indah dan asri. Tinggal sementara di
rumah Oppung sangat nyaman, walau berbagi kamar dengan 2 orang anak oppung yang
masih SMU.
Besoknya saatnya
pendaftaran ulang. Bersama teman dan bapakku, ditemani seorang mahasiswa senior
di UNSRI yang masih tetangga Oppung, kami menuju kampus UNSRI Indralaya.
Pemikiran pertama yang salah sudah tersibak. Kampus tidak berada di kota, tapi
32 KM dari kota Palembang. Jadi lupakan hura-hura dunia gemerlap anak kuliah (karena
itu cuma ada di sinetron), karena saya harus siap hidup di kawasan yang
berjarak 1 jam dari kota Palembang.
Gak cuma disitu, angkutan
yang kami pakai dari Palembang ke Indralaya udah layak masuk museum (mudah2an
sekarang gak ada lagi). Angkot jurusan
Kayu Agung ini termasuk unik, dinding dalamnya terbuat dari bahan papan kayu,
tapi kalau luarnya, plat besi. Soal keamanan nomor sekian, toh jarang terdengar
kecelakaan. Soal kenyamanan? Ya sudah, jangan banyak tanya, ongkosnya aja Cuma
“tenga duo” alias seribu lima ratus. Bapakku yang saat itu ikut nemani untuk
pendataran ulang jadi deg-degan juga. Bukannya sombong, tapi asli baru sekali
itu lihat angkutan yang sebgian terbuat dari kayu,. Sorry dad,…there in no seat belt, just keep praying. Apalagi jarak kampus Unsri Indralaya lumayan
jauh.
Sampai
di kampus ada keanehan lainnya. Mengikuti pendaftaran ulang memang gak senikmat
waktu pengumuman lulus “UMPTN”. Kali ini seabrek administrasi harus di urus.
Ambil formulir disini, bawa ke lantai dua, trus berfoto diujung sana , tempel materai
disana, periksa buta warna naik lagi kelantai 2 ..bla,..bla,..bla. Cuaca panas
pastilah, meski Kampus asri yang ditumbuhi pohon-pohonan, namun dengan
“olahraga setengah ringan” sambil ngurus administrasi, sudah pastilah haus dan
lapar. Saatnya mencari makanan, setidaknya untuk mengganjal. Pilihan jatuh ke
si abang penjual gorengan, beberapa gorengan (jujur bentuknya agak aneh dan yang
gak pernah ngeliat di Medan ).
Anehnya, ditawarin air cuka yang warnanya coklat. Dengan halus kutolak tawarannya. Saatnya menikmati gorengan lokal.
Hmfffffff,…ini gorengan atau ketan atau???? Kenyal, lengket, dan,…upppssss
aroma ikan. Sontak puyeng tujuh keliling, apalagi saya paling anti aroma ikan.
Duerrrrr,…hamper aja pingsan di lapangan rumput yang mendadak jadi tumpukan
manusia dan para pedagang karena adanya pendaftaran ulang mahasiswa baru.
Aneh,..benar-benar makanan yang aneh. Tak berapa lama, akhirnya saya tahu,
kalau itu namanya Pem-pek. Tentu aja bukan pem-pek ”high quality”. Karena ada
harga ada barang ada rupa. Siapa sangka si gorengan “aneh” tadi akhirnya
menjadi salah satu makanan favorit saya. Sampai-sampai setelah saya akhirnya
menetap di kota Medan, saya kadang harus pergi ke Carrefour, atau restoran yang
menyajikan/ menjual pem-pek yang enak tenan.
Well itu masih asik. Dunia sebenarnya mulai terlihat jelas setelah masuk
kuliah. Tinggal sekost di perumahan Serumpun. Aneh juga namanya “serumpun’.
Mungkin tata bahasaku memang gak keren-keren banget, karena kata “serumpun”
langsung membuat saraf di otakku memikirkan Malaysia,….negara serumpun.
Jarak ke kampus gak jauh-jauh amat, sekitar 10 – 15 menit, ongkosnya juga
super duper murah hanya Rp. 200,-. Setidaknya angkot nya bukan seperti “angkot
Museum” jurusan kayu Agung. g keren, banyak yang full music juga.
Nah,..ini bukan masalah angkot,…ini masalah lokasi kampus, the real
“jungle” lokasi menimba kampus. Fakta-faktanya adalah:
- Indralaya itu lokasi pengembangan
kabupaten Ogan Ilir. Pusat “Kota” paling deket namanya Timbangan, hanya
ada 1 mini market dan 1 pom bensin, da nada deretan penjual kerupuk dan
buah, karena daerah lintasan sekaligus menjadi persimpangan jalur menuju
Jakarta dan Bengkulu.. Jadi kalau Timbangan itu “New York-nya”, maka
Serumpun adalah “Arkansas-nya”. Lupakan belanja kebutuhan bulanan di
semacam Carrefour, hipermart or yang lainnya. Si Mini Market inilah yang
menjadi penyelamat bahan baku anak kost, kalau mau keren-kerenan wajib ke
Kota Palembang yang tentu saja punya pusat perbelanjaan yang keren.
- Jangan kira bisa akses internet
seenaknya seperti sekarang. Cuma ada 2 rental computer, dan 1
rental internet. Bersiap-siaplah mengantri.
- Life is limited. Jangan kira
transportasi selalu 24/7 seperti iklan salah satu restoran siap saji,
katrena batas angkot dari Timbangan ke Serumpun (yang berjarak hanya 10
menit) hanya tersedia sampai jam 7 malam. Lewat dari itu, silahkan jalan
kaki,…tentunya dengan keberanian melintasi kawasan ‘setengah hutan” plus
berharaplah gak ada uka-uka yang membuntuti.
- Bersiap-siaplah menikmati danau
Persada yang bundar dan menjadi “danau Tobanya” di Indralaya, jangan heran
kalau akan dikejar babi hutan. Bahkan pernah juga ada babi jual tampang di
daerah Fakultas Ilmu Keguruan (FKIP).Percaya atau tidak dari ratusan
hektas kawasan Unsri, sebagian besar masih alami, bahkan pernah ada burung
hantu yang ditangkap mahasiswa di dekat Fakultas Teknik.
- Gak ada namanya istilah ”Gaul”.
Lagian mau gaul kemana juga, paling kalau mau gaul ya ke rumah makan
setempat yang nyediakan televisi yang bisa gratis di tonton. Sudah bisa
dipastikan kalau ada siaran pertandingan bola, semua tempat penuh sesak. Maklum
aja, jarang mahasiswa yang punya televisi sendiri. Saya aja sekarang
heran, kenapa orangtua pada tega gak ngasih fasilitas televisi ke
anaknya,...termasuk ortu-ku juga. Beruntunglah seiring waktu, sepertinya
mahasiswa pada makin tajir, sudah punya televisi atau komputer pribadi.
- Berhentilah bermimpi ala ”Titanic”,
Palembang dan Indralaya minus lokasi wisata seperti Danau Toba, Pantai,
atau pegunungan. Yang ada hanya Taman Hutan Raya ”Punti Kayu” yang
terletak di pusat kota Palembang. Kalau sekarang sudah ada wisata bahari
di pinggiran sungai Musi, tapi tahun 1999 belum trend. Sebenarnya ada
beberapa lokasi wisata yang keren di Sumatera Selatan, seperti lokasi
Kebun Teh, Pendakian Gunung, dll. Tapi agak jauh dari kota Palembang.
Kalau mau menikmatinya pun, wajib pintar berhemat, namanya aja anak kost,
semuanya serba terbatas dan disiplin.
- Minim Fasilitas Publik. Well,...ini
pengalaman pribadi, entah apa alasannya dan penjelasannya, pernah beberapa
kali kejadian, Air PAM tidak mengalir di beberapa titik lokasi. Padahal
air PAM sudah menjadi kebutuhan hidup seribuan mahasiswa UNSRI yang
berdomisili di Indralaya. Entah kenapa juga rumah kost kami sering menjadi
korban. Masih Ingat waktu tinggal di Perumahan Serumpun, air tidak
mengalir sama sekali. Akhirnya saya dan teman harus berjalan sekitar 700
meter menuju sebuah danau rawa untuk mencuci baju. Berangkatnya ringan,
pulangnya berat minta ampun karena kain bersih masih basah, belum lagi
harus melewati hamparan ilalang, keren juga sih dipikir-pikir, malah
kadang lebih keren dari pejuang ”laskar pelangi”. Pernah lagi saya pindah
ke kost teman di daerah yang ”kaya air” selam 1 bulan. Gak tahan dengan
kehidupan ”keras” tanpa air, hidup nomaden pun di jalani.
Sebenarnya masih banyak, tapi kisah ini bukan untuk menjelekkan suatu
daerah, tujuannya hanya untuk kembali melihat kisah perjuangan kuliah dulu. Toh
pada akhirnya, Indralaya menjadi salah satu tempat yang paling memorable dalam hidup saya. Percaya atau
tidak, 5 tahun takkan bisa dilalui, kalau saya tidak benar-benar jatuh cinta
dengan ”jungle” yang satu ini. Saya
sebut ”jungle” bukan dalam arti yang sesungguhnya, tapi tantangan-tantangan
yang harus saya taklukkan dalam hidup. Karena meski minim fasilitas, tokh
akhirnya saya berhasil meraih Sarjana Teknik. Puji Tuhan.
Keren abizz....This delicious and tasteful story reminds me to memorable place in my life,, one of the most memorable adventures and experiences to stay there with nice friends. The first is BROYOT, still young and fresh of us for sure, new comer, new student, new friends..cupuu :) also li'l fighting time with Robert, by mouth only wakakakaa..... then joined SEROEMPOEN community ; playing card made my IPK SAKOJIN alias satu koma jijik-nyaa hahahahaa, badminton time, laughing time with Horja, TUTE and friends , then the last palace is Bedeng KADES with lot of rambutan and manggo trees, and those tree rods become pole for playing Volley alias batang pohon dijadikan tiang untuk pasang net buat main volley tiap sore hehhehe...almost every night we were playing domino/gaple and card there and bermain gitar serta masak-masak especially mpekmpek..WOW WOW WOWWWW.... ini ceritaku, apakah yang lain punya cerita yang sama crispy tapi hambar seperti ceritaku ini? Jiakakakaa....
BalasHapuswkkkk,.....langsung koment dah si alite,..sabar bro,..kita publish semua crita serunya di Indralaya,...sukses yo
BalasHapus